ASSALAMU' ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH

Senin, 03 Oktober 2011

KAJIAN KITAB IHYA' 'ULUMUDDIN (EMPAT GOLONGAN YANG TERTIPU/GHURUR)


Orang-orang salaf dahulu sangat berhati-hati sekali dalam ketaqwaan. Sangat menjauhi kesyubhatan-kesyubhatan (apalagi yang haram). Mereka seringkali menangis, sebab menyesali dirinya sendiri yang tentu tidak luput dari dosa. Ini biasa terjadi saat mereka merenung dalam kesunyian atau kesendirian, Lalu bagaimana dengan diri kita??? yang tingkat ketaqwaan juga tingkat keilmuan sangat jauh dibanding ulama'-ulama' salaf, para ulama' mampu menyusun beberapa kitab dan tetap digunakan sampai sekarang, dan mereka pun orang-orang yang sangat tawadlu', tapi bagaimana dengan diri kita yang tinggal membaca dan memahami karya-karya mereka saja yang kadang masih kesulitan, tapi mengapa sudah merasa paling hebat dan mudah menyalahkan yang lain???Sungguh kebanyakan kita adalah golongan orang-orang yang tertipu, semoga dengan kajian Kitab Ihya' Ulumuddin ini, kita semua bisa muhasabah dan menjadikan diri kita lebih baik dari sebelumnya ^_^ Aamiin Allaahumma Aamiin ^_^

Ghurur adalah penyakit hati yang menimpa banyak orang di dunia ini, ghurur menurut bahasa artinya adalah tertipu daya, penyakit ghurur ini telah di jelaskan oleh Imam Ghazali dengan panjang luas sekali di dalam kitabnya “Ihya` Ulumuddin “

Penyakit ghurur ini sangat membahayakan sekali sebab kebanyakan orang yang menderitanya tidak merasa bahwa mereka terserang penyakit ghurur ini, kita tidak membicarakan ghururnya orang-orang kafir terhadap diri mereka atau kehidupan dunia ini, tetapi kita membicarakan penyakit ghurur yang diderita oleh umat Islam selama ini.

Imam Ghazali telah membagi ghurur ini kepada empat golongan :

1. Golongan ulama.
2. Golongan para Abid ( orang yang suka beribadah).
3. Golongan orang yang mengaku sufi.
4. Golongan orang yang memiliki harta , dan orang-orang tetipu daya dengan dunia.

1. Golongan ulama.

Penyakit ghurur ini tidak terlepas dari hati seorang ulama, bahayanya jika mereka tidak mengetahui bahwa mereka telah terkena virus ghurur yang membahayakan, akhirnya tidak secepatnya untuk mengobati penyakit itu, penyakit ghurur ini menyerang dengan cepat sehingga si penderita "mati" dari rasa harapan dan kesadaran diri kepada Allah.

Seorang yang alim merasa bahwa ilmu itu adalah mulia, mengajarkannya kepada orang adalah perkara yang mulia pula, maka dia lalai dan tertipu daya dengan sibuk mengajarkan ilmu tanpa membekalkan amal ibadah dan mengamalkannya terlebih dahulu sebelum disampaikan kepada orang lain, ini adalah penyakit ghurur.

Seorang yang alim merasa memiliki ilmu sehingga beliau merasa bahwa dirinya mesti di hormati dan disegani, ingin selalu dikedepankan dan di ketengahkan, keinginannya agar seluruh perkatannya didengar, seluruh perkataannya benar, ingin diangkat-angkat dan dipuja-puja, setiap orang mesti mencium tangannya, ini adalah penyakit ghurur.

Seorang ulama yang alim dengan ilmu syari`at dan selalu mengamalkannya kemudian mengajarkannya kepada orang lain, tetapi beliau tidak memahami ilmu makrifat kepada Allah, dengan alasan bahwa tidak ada ilmu tersebut, maka ini juga bagian dari orang yang memilki penyakit ghurur.

Seorang yang berhasil mengamalkan ilmunya , menjauhkan anggota tubuhnya dari segala maksiat, melaksanakan segala amalan ta`at, tetapi lupa membersihkan dirinya dan hatinya dari segala maksiat hati seperti hasad, riya`, takabbur, ini juga orang yang terserang penyakit ghurur.

Seorang ulama yang mengamalkan segala ta`at dan menjauhkan segala maksiat, beliau merasa bahwa dirinya bersih dan dekat dengan Allah, maka ini juga penyakit ghurur, sebab Allah lebih mengetahui keadaan hati para hambanya.

Seorang ulama yang sibuk dengan berjidal, berdebat, bukan untuk mencari kebenaran tetapi untuk mencari ketenaran dan kehebatan, bila mampu mengalahkan lawan maka dia tergolong orang yang hebat dan alim, ini juga tergolong penyakit ghurur.

Seorang ulama yang selalu berdakwah dan berceramah dengan menyampaikan untaian kata-kata yang indah, dapat menarik perhatian para pendengar, sehingga mendatangkan peminat-peminat yang banyak, pengikut yang setia, lupa dengan tujuan dakwah yang sebenarnya, sibuk hanya mencari ketenaran dan nama, penyakit ini juga tergolong ghurur.

2. Golongan 'Abid.

Kegiatan ibadah juga dapat membawa seseorang tertipu daya dengan diri sendiri sehingga bukan menjadikan diri semakin dekat dengan Allah bahkan membuat diri menjadi jauh, diantara contohnya :

Seseorang yang sibuk dengan ibadah-ibadah sunnah dan fadhilah tetapi melupakan dan meninggalkan ibadah-ibadah wajib, seperti sibuk melaksanakan shalat sunnah malam tetapi meninggalkan shalat subuh karena ketiduran dan kelelahan ketika waktu malamnya atau senang dengan sholat tarawih tapi masih punya hutang sholat fardlu/belum diqodlo'.

Orang yang sibuk mengambil air wudhu` dan berlebih-lebihan di dalam membasuhnya disebabkan was-was yang datang didalam hati mengkabarkan bahwa wudhu`nya tidak sah, penyakit was-was yang menimpa pada setiap ibadah merupakan bagian ghurur juga.

Seseorang yang terlalu sibuk membaca al-Qur`an, tetapi tanpa mau memikirkan dan memahami segala makna-maknanya, sehingga tidak memahami apa maksud atau penjelasan-penjelasan dari yang ia baca setiap hari.

Seseorang yang sibuk dengan puasa setiap harinya, tetapi lidahnya selalui menceritakan aib orang lain, tidak pernah menjauhkan hatinya dari riya` dan penyakit-penyakit hati, puasanya selalu dibuka dengan makanan-makanan yang haram.

Seseorang yang menunaikan ibadah haji hanya karena ingin digelar dengan haji, tidak mengikhlaskan diri untuk melaksanakan amal ibadah haji, tidak meninggalkan segala kejahatan-kejahatan, melaksanakan ibadah haji agar dipandang orang dan dianggap orang kaya.

Seseorang yang mengamalkan Ibadah sunnah dan fadhilah merasakan ibadah tersebut nikmat dan lezat, mendapatkan ke khusyu'an, tetapi jika melaksanakan ibadah yang wajib dan fardhu tidak merasakan kenikmatan dan kekhyusu'an.

Seseorang yang melaksanakan zuhud dan ibadah , bertaubat dan berzikir, merasakan bahwa dia telah sampai kepda derajat kezuhudan, telah sampai kepda derajat makrifah kepada Allah, padahal hatinya masih tersimpan segudang kecintaan terhadap dunia, mengaharap pangkat dan kedudukan, mengharap pujian dan penghormatan.

3. Golongan orang yang mengaku sufi.

Seseorang yang mengaku sufi, menggunakan pakaian-pakaian tertentu, bergaya dengan gaya ulama-ulama sufi, berzikir dengan menari dan nyanyian-nyanyian pemenuh hawa nafsu, menganggap diri telah sampai kepada Allah, menganggap mendapat ilham dan kasyaf. inilah termasuk mereka yang tertipu/ghurur.

Seorang yang mengaku sufi, merasa telah berbuat zuhud dan wara`, memakai pakaian yang usang dan bau, mementingkan bersih hati, tetapi segala anggota tubuh kotor dengan maksiat dan dosa. ini adalah penyakit ghurur

Seseorang yang mengaku sufi, tetapi tidak mengikuti jalan para ulama-ulama pembesar sufi seperti Imam Abu Qosim al-Junaidi al-Baghdadi dan yang lainnya, mengaku telah sampai kepada fana` fillah dan baqa fi llah , tidak menjadikan al-Qur`an dan sunnah sebagai pegangan, menghina syariat dan memuja-muja hakikat. ini adalah penyakit ghurur

4. Golongan orang yang memiliki harta dan orang yang tertipu daya dengan dunia.

Seseorang yang menganggap bahwa harta dan uangnya yang mampu menyelamatkannya dan memuliakannya di permukaan dunia ini, harta merupakan pujaan dan ketinggian, memiliki harta berarti memiliki kebesaran dan kesenangan yang hakiki, sehingga lupa membayar zakat, menyantuni orang miskin, dan bisa berbuat sesuka hatinya. ini adalah penyakit ghurur

Seseorang yang membangun masjid, menyantun anak yatim, membantu korban bencana alam, tetapi ingin di puji dan di besar-besarkan kebaikannya, agar orang menyanjungnya dan menggelarnya seorang yang dermawan. ini adalah penyakit ghurur

dengan memahami hal yang demikian, semoga kita semua tidak termasuk golongan orang-orang yang terkena penyakit ghurur (tipu daya) penyakit yang menjadikan seorang hamba jauh dari ridlo Allah Ta'ala

KAJIAN TOKOH FALSAFAH: IMAM AL-GHAZALI ( IHYA ULUMUDDIN )



Nama sebenar al-Ghazali ialah Hujjah al-Islam al-Imam Abu Hamid al-Ghazali
Muhammad bin Muhammad bin at-Tusi, dan digelar Samsuddin. Ada juga tokoh
mengatakan nama sebenar al-Ghazali ialah Muhammad bin Muhammd bin Muhammad
bin Ahmad. Tiga Muhammad yang berturut-turut merupakan namanya sendiri, nama
bapanya, kemudian nama datuknya dan Ahmad itu moyangnya. Seorang berbangsa Parsi,
beliau dilahirkan di Thus di dalam wilayah Khurasan pada tahun 450 Hijrah, bersamaan
dengan 1059 Masihi dan hidup di sekitar zaman Perang Salib. Bapanya adalah seorang
penenun bulu dan menjualnya di pasar Thus. Mempunyai seorang adik bernama Ahmad
yang digelar al-Futuh. Pendidikan asas yang diterima al-Ghazali ialah menghafal al-
Quran, asas membaca dan menulis, ilmu nahu Bahasa Arab, matematik, dan fiqah. Beliau
lancar menghafaz al-Quran dan paling cekap berdebat di zamannya. Semasa kecilnya, al-
Ghazali mempelajari sebahagian ilmu fiqh dari Imam Ahmad al-Razkani di tus, kemudian
berpindah ke Jurjan untuk menuntut pula dengan Imam Abu Nasr al-Ismaili
Kemudiannya, Imam al-Ghazali berpindah ke Naisabur atau Nieshapur untuk menuntut
ilmu dari Imam al-Haramian Abu al-Maali al-Juwaini (419-478 H) sehingga beliau mahir
dalam mazhab Syafi’I, ilmu khilaf, perubatan, usuluddin, usul fiqh dan matiq. Juga dapat
ilmu hikmah dan falsafah dan pernah menjadi pensyarah di Universiti an-Nizamiyyah
dan di sinilah beliau berada dikemuncak keilmuannya. Imam al-Ghazali telah
menghembuskan nafasnya yang terakhir pada hari Isnin 14 Jamadil Akhir tahun 505
Hijrah.

KAJIAN TOKOH FALSAFAH: IMAM AL-GHAZALI
Al-Ghazali Dan Pandangannya Terhadap Falsafah. Ilmu falsafah berpindah kepada bangsa Arab hasil galakan Khalifah al-Makmum dan kerja tangan pakar-pakar penterjeamh(Salih Ahmad al-Syami:2001). Banyak buku mantiq dan falsafah berbahasa Syria, Yunani dan Parsi yang dikarang Aristotle diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab. Imam al-Ghazali mempelajari ilmu falsafah untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari perasaan syak dan keraguan, di sampinguntuk mendapatkan rahsia yang akan dijadikan panduan untuk sampai kepada hakikat dan kebenaran.

Al-Ghazali menemui kebenaran yang dicarinya dalam ilmu tasawwuf, yang
dimana sekarang dinaamkan Mysticism. Di sinilah perpisahan antara al-Ghazali dengan
sarjana-sarjana Eropah yang sama-sama menganut fahaman skeptic- tetapi pada akhirnya
emnempuh jalan yang menyimpang jauh dari agama. Imam al-Ghazali menerangkan
bahawasanya Ibnu Sina dan al-Farabi adalah tokoh yang bertanggungjawab
memindahkan ilmu Aristotle. Menurut beliau, falsafah secara ringkasnya dikategorikan
kepada enam aspek penting iaitu: matematik, fizik, metafizik (ketuhanan), politik, logik
dan etika (akhlak). Ilmu matematik ialah ilmu tentang kira-kira, geometrid dan lain-lain
yang mana tidak ada hubungan langsugn degnan agama. Beliau tidak menolak ilmu ini
kerana ia ilmu yang berdasarkan dalil dan bukti. Ilmu fizik adalah berkaitan tentang
kajian alam, langit, air, udara serta segala planet dan bintang dan bukanlah syarat agama
menyagkal ilmu ini.Berbanding dengan yang lain, ramai pula ahli falsafah yang tersalah tentangmetafizik. Mereka tidak lagi berdaya memenuhi keperluan pembuktian sepertimana yang

KAJIAN TOKOH FALSAFAH: IMAM AL-GHAZALI
mereka isyaratkan dalam ilmu mantiq dan ini menyebabkan banyak persilisihan di antara
merka dalam menguasai masalah ini jumlah keaslahan mereka sebanyak dua puluh(20)
kesalahan. Tiga daripadanya wajib dikafirkan dan tujuh yang lain dihukum bid’ah. Tiga
masalah yang seemmangnya menyalahi pendapat orang Islam ialah ; jasad manusia tidak
dibangkitkan semula pada hari kiamat, Allah SWT hanya tahu perkara-perkara yang
umum(universal) dan tidak tahu perkara yang khusus(particular) dan, alam ini qadim dan
azali. Politik pula berdasarkan perbincangan mental yang menyentuh tentang hukumhukum
masalah yang berkaitan dengan urusan duniawi. Ilmu logik pula tidak ada
hubungkait dengan sama ada menentang atau menyokong, malah ilmu ini
membincangkan cara-cara pendalilan dan qiyas (syllogism). Etika pula tertumpu kepada
menentukan sifat-sifat yan patut menhiasi jiwadan pelakuan seseorang yang memang
banyak jenis ragamnya
Walaupun begitu, menurut Imam al-Ghazali, Islam tidak melarang mempelajari
ilmu-ilmu seperti falsafah Greek asalkan ia tidak bertentangan dengan Islam sebagaimana
dibahaskan di dalam karyanya yang berjudul Tahafut al-Falasifah mengenai fizik dan
metafizik yang mengatakan alam ini terurus dengan sendiri tanpa kawalan.Walaupun
beliau bersetuju dengan sumbangan teori falsafah yang dipelopori oleh Aristotle dan
Plato terhadap nilai keilmuan, namun tidak kesemuanya beliau terima kerana terdapat
bahagian dari bidang falsafah yang bertentangan dengan akidah Islam.
Dalam kitab al-Munqidz Min ad-Dhalal, al-Ghazali menyatakan bahawa para filsuf
yang menganut pelbagai mazhab dan yang membawa pemikiran yang berciri kekufuran
dapat dibahagikan kepada tiga golongan; golongan pertaamialah golongan ad-Dahriyyah
(Athiest) yang mana mengingkari adanya Tuhan. Kata mereka, alam ini ada dengan

KAJIAN TOKOH FALSAFAH: IMAM AL-GHAZALI
sendirinya. Seperti haiwan yang ada melalui mani dan mani dari haiwan tanpa kesudahan
lingkarannya, demikian pula halnya dengan alam ini. Golongan ini adalah zindik.
Golongan kedua ialah golongan at-Tobi’iyyah (Naturalist) yang mana memusatkan
perbahasan pada alam fizikal, terutama haiwan dan tumbuh-tumbuhan. Keajaiban yang
mereka temui menjadikan mereka mengakui adanya Pencipta yang Maha Bijaksana.
Golongan ini berpendapat setiap jiwa akan fana dan tidak kembali lagi. Lantaran itu
mereka mengingkari adanya hari akhirat, syurga dan neraka. Golongan ini juga termasuk
zindiq. Manakala golongan ketiga pula ialah golongan al-Ilahiyyah (Theist). Golongan ini
muncul daripada dua golongan yang telah dinyatakan dan mereka yang tergolong dalam
golongn ini antaranya Socrates, Plato dan Aristotle. Secara keseluruhannya, golongan al-
Illahiyyah ini menolak kedua-dua golongan terdahulu. at-Tobi’iyyah. Pada pendapat al-
Ghazali, Aristotlelah yang bertanggungjawab menyusun ilmu mantiq dan merapikan lagi
kaedah-kaedah sains. Aristotle juga menyanggah pemikiran para filsuf sebelumnya,
tetapi dia sendiri tidak mampu membebaskan diri daripada sisa-sisa kekufuran. Namun
begitu, ilmu-ilmu falsafah selain yang membincangkan sifat ketuhanan boleh diterima
selagi tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sebagai contoh al-Ghazali ilmu matematik
yang tidak dapat diingkari kebenarannya. Selain itu, Imama al-Ghazali juga ada
menggariskan apa yang patut diberikan perhatian berkaitan falsafah. Di dalam
tulisannya, al-MunqizMin al-Dalal, al-Ghazali menjelaskan falsafah mendapat
kemenangan dan boleh berdiri sendiri disebabkan dua kesilapan, iaitu; Kesilapan yang
muncul kerana pembentangan yang buruk yang dilakukan oleh orang-orang yang
membentangkan pendapat mereka tentang falsafah, dan yang kedua, kesilapan yang
muncul dari kejahilan pihak yang mempertahankan Islam dengan secara keseluruhannya
KAJIAN TOKOH FALSAFAH: IMAM AL-GHAZALI
meningkari falsafah Imam al-Ghazali pernah memgatakan bahawa beliau tidak emndapati seorangpun daripada tokoh ulama’ Islam yang memberi tumpuan kepada ilmu falsafah. Walaupun para ulama’ kalam banyak mengecam falsafah namun dalam kitab-kitab yang mereka tulis tentang falsafah hanyalah terdapat kata-kata yang kabur, kusut –masai serta
bertebaran di sana-sini. Al-Ghazali bangkit melakukan tugas yang dilakukan oleh
ulama’-ulama’ lain, bahkan tidak mampu dilakukan oleh mereka iaitu mempelajari ilmu
falsafah. Ujar beliau “Dengan pertolongan Allah, dalam tempoh kurang daripada dua
tahun saya emmpelajari falsafah dapatlah saya menguasai hingga ke akhir batas ilmu itu”
Walaupun menentang, beliau tetap mengikut pandangan-pandangan al-Farabi dan Ibnu
Sina tentang kejiwaan disamping masih menjadikan Aristotle sebagai panduan dalam
karya falsafahnya.
Sebagai kesimpulan, dapat dilihat Imam al-Ghazali amat memandang serius
tentang ilmu falsafah lebih-lebih lagi yang menyimpang dengan agaam Islam. Pendapat
dan pandangan beliau tentang falsafah telah menyelamatakan umat Islam daripada terus
menyimpang dari dari akidah dan syarak Islam. Walaupun beliau menentang falsafah,
tetapi al-Ghazali menerima suatu falsafah asalkan ia tidak melanggar norma agama Isalm.

KAJIAN TOKOH FALSAFAH: IMAM AL-GHAZALI
Bibliografi
Mahmud Hamdi Zamzuq, 1973, Antara Falsafah Islam Dan Falsafah Moden Barat:
Suatu Perbandingan Antaa Al-Ghazali Dan Descartes, Kaherah:Maktabah al-
Anglo al-Misriyyah.
Salih Ahmad al-Syami, 2001, Perjuangan Al-Ghazali menegakkan Kebenaran &
Menghapuskan Kebatilan. Johor: Perniagaan Jahabersa
Hasyim bin Haji Musa, Falsafah, Logik, Teori Nilai Dan Etika Melayu; Suatu
Pengeanlan, Kuala Lumpur:Akademi Pengajian Melayu.
Prof. Dr. Awang Sariyan.2007, Falsafah Dan Logika Melayu.Selangor: Synergymate
Sdn. Bhd.
(http://tokoh1038.blogspot.com/2005/03/. Tokoh Islam Imam Al-Ghazali Perintis
Falsafah Islam.html)
(http://en.wikipedia.org/wiki/Al-Ghazali)
(http://plato.stanford.edu/entries/al-ghazali/)
(http://www.geocities.com/pujangga1/0049.htm)

Sabtu, 01 Oktober 2011

MENGENAL THORIQOH MU'TABARAH

MENGENAL THORIQOH MU'TABARAH

Dalam tasawwuf seringkali dikenal istilah Thoriqoh,
yang berarti jalan, yakni jalan untuk mencapai Ridlo Allah.
Dengan pengertian ini bisa digambarkan,
adanya kemungkinan banyak jalan, sehingga sebagian sufi menyatakan, Aturuk biadadi anfasil mahluk, yang artinya jalan menuju Allah itu sebanyak nafasnya mahluk, aneka ragam dan bermacam macam.

Kendati demikian orang yang hendak menempuh jalan itu haruslah
berhati hati, karena dinyatakan pula,
Faminha Mardudah waminha maqbulah,
yang artinya dari sekian banyak jalan itu, ada yang sah dan ada
yang tidak sah, ada yang diterima dan ada yang tidak diterima.

Yang dalam istilah ahli Thoriqoh lazim dikenal dengan ungkapan,
Mu'tabaroh. Wa ghoiru Mu'tabaroh.
KH. Dzikron Abdullah menjelaskan, awalnya Thoriqoh itu dari Nabi
yang menerima wahyu dari Allah, melalui malaikat Jibril.

Jadi, semua Thoriqoh yang Mu'tabaroh itu, sanad (silsilah)-nya muttashil
(bersambung) sampai kepada Nabi.

Kalau suatu Thoriqoh sanadnya tidak muttashil sampai kepada Nabi bisa disebut Thoriqoh tidak (ghoiru) Mu'tabaroh.

Barometer lain untuk menentukan ke-mu'tabaroh-an suatu Thoriqoh adalah
pelaksanaan syari'at.

Dalam semua Thoriqoh Mu'tabaroh syariat dilaksanakan secara benar dan ketat.

Diantara Thoriqoh Muktabaroh itu adalah :

Thoriqoh Syathariyah
pertama kali digagas oleh Abdullah Syathar (w.1429 M).
Thoriqoh Syathariyah berkembang luas ke Tanah Suci (Mekah dan
Medinah) dibawa oleh Syekh Ahmad Al-Qusyasi (w.1661/1082)
dan Syekh Ibrahim al-Kurani (w.1689/1101).

Dan dua ulama ini diteruskan oleh Syekh 'Abd al-Rauf al-Sinkili ke Nusantara, kemudian dikembangkan oleh muridnya Syekh Burhan al-Din ke Minangkabau.

Thoriqoh Syathariyah sesudah Syekh Burhan al-Din, berkembang pada 4 (empat) kelompok, yaitu;

Pertama silsilah yang diterima dari Imam Maulana.
Kedua, silsilah yang dibuat oleh Tuan Kuning Syahril Lutan Tanjung Medan Ulakan.
Ketiga, silsilah yang diterima oleh Tuanku Ali Bakri di Sikabu Ulakan. Keempat; silsilah oleh Tuanku Kuning Zubir yang ditulis dalam Kitabnya yang berjudul Syifa' al-Qulub.

Thoriqoh ini berkembang di Minangkabau dan sekitarnya.
Untuk mendukung kelembagaan Thoriqoh, kaum Syathariyah membuat lembaga formal berupa organisasi sosial keagamaan Jama'ah Syathariyah Sumatera Barat,
dengan cabang dan ranting-ranting di seluruh alam Minangkabau,
bahkan di propinsi-tetangga Riau dan jambi.

Bukti kuat dan kokohnya kelembagaan Thoriqoh Syathariyah dapat ditemukan wujudnya pada kegiatan ziarah bersama ke makam Syekh Burhan al-Din Ulakan.

Thoriqoh Naqsyabandiyah masuk ke Nusantara dan Minangkabau
pada tahun 1850.

Thoriqoh Naqsyabandiyah sudah masuk ke Minangkabau sejak abad ke 17, pintu masuknya me1alui daerah Pesisir Pariaman, kemudian terus ke Agam dan Limapuluh kota.

Thoriqoh Naqsyabandiyah diperkenalkan ke wilayah ini pada paruh
pertama abad ketujuh belas oleh Jamal al-Din, seorang Minangkabau yang mula-mula belajar di Pasai sebelum dia melanjukan ke Bayt al-Faqih, Aden, Haramain, Mesir dan India.
Naqsyabandiyah merupakan salah satu Thoriqoh sufi yang paling
luas penyebarannya, dan terdapat banyak di wilayah Asia Muslim serta Turki,
osnia-Herzegovina, dan wilayah Volga Ural.

Bermula di Bukhara pada akhir abad ke-14,
Naqsyabandiyah mulai menyebar ke daerah-daerah tetangga dunia Muslim dalam waktu seratus tahun.

Perluasannya mendapat dorongan baru dengan munculnya cabang Mujaddidiyah, dinamai menurut nama Syekh Ahmad Sirhindi Mujaddidi Alfi Tsani
(Pembaru Milenium kedua, w.1624).

Pada akhir abad ke-18, nama ini hampir sinonim dengan Thoriqoh tersebut di seluruh Asia Selatan, wilayah Utsmaniyah, dan sebagian besar Asia Tengah.

Ciri yang menonjol dari Thoriqoh Naqsyabandiyah adalah diikutinya syari'at secara ketat, keseriusan dalam beribadah menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari, serta lebih mengutamakan berdzikir dalam hati (Sirri).

Penyebaran Thoriqoh Naqsyabandiyah Khalidiyah ditunjang
oleh ulama ulama Minangkabau yang menuntut ilmu di Mekah dan Medinah,
mereka mendapat bai'ah dari Syekh Jabal Qubays di Mekah dan Syekh Muhammad Ridwan di Medinah.
Misalnya, Syekh Abdurrahman di Batu Hampar Payakumbuh (w. 1899 M), Syekh
Ibrahim Kumpulan Lubuk Sikaping, Syekh Khatib Ali Padang (w.1936),
dan Syekh Muhammad Sai'd Bonjol.

Mereka adalah ulama besar dan berpengaruh pada zamannya serta mempunyai anak
murid mencapai ratusan ribu, yang kemudian turut menyebarkan Thoriqoh ini ke daerah asal masing masing Di Jawa Tengah Thoriqoh Naqsabandiyah Kholidiyyah disebarkan oleh KH. Abdul Hadi Girikusumo Mranggen yang kemudian menyebar ke Popongan Klaten, KH. Arwani Amin Kudus, KH. Abdullah Salam Kajen Margoyoso Pati,
KH. Hafidh Rembang.

Dari dari tangan mereka yang penuh berkah, pengikut Thoriqoh ini berkembang
menjadi ratusan ribu. Ajaran dasar Thoriqoh Naqsyabandiyah
pada umumnya mengacu kepada empat aspek pokok yaitu:
syari'at, thariqat, hakikat dan ma'rifat.

Ajaran Thoriqoh Naqsyabandiyah ini pada prinsipnya adalah cara-cara atau jalan
yang harus dilakukan oleh seseorang yang ingin merasakan nikmatnya dekat dengan Allah. Ajaran yang nampak ke permukaan dan memiliki tata aturan adalah khalwat atau suluk.

Khalwat ialah mengasingkan diri dari keramaian atau ke tempat yang terpencil, guna melakukan zikir dibawah bimbingan seorang Syekh atau khalifahnya,
selama waktu 10 hari atau 20 hari dan sempurnanya adalah 40 hari.

Tata cara khalwat ditentukan oleh syekh antara lain; tidak boleh makan daging,
ini berlaku setelah melewati masa suluk 20 hari.
Begitu juga dilarang bergaul dengan suami atau istri; makan dan minumnya diatur sedemikian rupa, kalau mungkin sesedikit mungkin.
Waktu dan semua pikirannya sepenuhnya diarahkan untuk berpikir yang telah ditentukan oleh syekh atau khalifah..

Ahmadiyah didirikan oleh Ahmad ibn 'Aly (al-Husainy al-Badawy).
Diantara nama-nama gelaran yang telah diberikan kepada beliau
ialah
Syihabuddin,
 al-Aqthab,
Abu al-Fityah,
Syaikh al-'Arab dan
al-Quthab an-Nabawy.

Malah, asy-Syaikh Ahmad al-Badawy telah diberikan nama gelar (laqab) yang banyak, sampai dua puluh sembilan nama.
Al-Ghautha al-Kabir,
al-Quthab al-Syahir,
Shahibul-Barakat wal-Karamat,
asy-Syaikh Ahmad al-Badawy
adalah seorang lelaki keturunan Rasulullah SallAllahu 'alaihi wa
sallam, melalui Sayidina al-Husain.

Sholawat Badawiyah sughro dan Kubro, adalah sholawat yang amat dikenal masarakat
Indonesia, dinisbatkan kepada waliyullah Sayid Ahmad Badawi ini,
akan tetapi Tarekat badawiyah sendiri tidak berkembang secara luas di indonesia khususnya di Jawa

Abul Hasan Ali asy-Sadzili, merupakan tokoh Thoriqoh Sadziliyah
yang tidak meninggalkan karya tulis di bidang tasawuf, begitu juga muridnya,
Abul Abbas al-Mursi, kecuali hanya ajaran lisan tasawuf, Doa, dan hizib.

Ketika ditanya akan hal itu, ia menegaskan :"karyaku adalah murid muridku",
Asadzili mempunyai murid yang amat banyak dan kebanyakan mereka
adalah ulama ulama masyhur pada zamannya, dan bahkan dikenal dan dibaca karya tulisnya hingga hari ini.

Ibn Atha'illah as-Sukandari adalah orang yang pertama menghimpun ajaranajaran,
pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga kasanah Thoriqoh Sadziliyah tetap terpelihara. Ibn Atha'illah juga orang yang pertama kali menyusun karya paripurna tentang aturan-aturan Thoriqoh Sadziliah, pokok-pokoknya, prinsip prinsipnya,
yang menjadi rujukan bagi angkatan-angkatan setelahnya.

Sebagai ajaran, Thoriqoh ini dipengaruhi oleh al-Ghazali dan al-Makki.
Salah satu perkataan as-Sadzili kepada murid-muridnya:

 "Jika kalian mengajukan suatu permohonanan kepada Allah, maka sampaikanlah lewat Abu Hamid al-Ghazali".

Perkataan yang lainnya:
 "Kitab Ihya' Ulum ad-Din, karya al-Ghozali, mewarisi anda ilmu.
Sementara Qut al-Qulub, karya al-Makki, mewarisi anda cahaya.

" Selain kedua kitab tersebut,
al-Muhasibi, Khatam al-Auliya, karya Hakim at-Tarmidzi,
Al-Mawaqif wa al-Mukhatabah karya An-Niffari,
Asy-Syifa karya Qadhi 'Iyad,
Ar-Risalah karya al-Qusyairi,
Al-Muharrar al-Wajiz karya Ibn Atah'illah.

Thoriqoh Sadzaliah berkembang pesat di Jawa,
tercatat Ponpes Mangkuyudan Solo, Kyai Umar ,
Simbah Kyai Dalhar Watucongol,
Simbah Kyai Abdul malik Kedongparo Purwokerto,
KH.Muhaiminan Parakan, KH. Abdul Jalil Tulung Agung.
KH . Habib Lutfi Bin Yahya, Pekalongan .
Simbah KH.M.Idris, kacangan Boyolali, adalah pemuka pemuka Sadzaliah yang telah membaiat dan membina ratusan ribu bahkan jutaan murid Sadziliah.

Thoriqoh Qodiriyah dinisbahkan kepada Syekh Abdul Qodir Jaelani
(wafat 561 H/1166M) yang bernama lengkap Muhy al-Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost al-Jaelani.
Lahir di Jilan tahun 470 H/1077 M dan wafat di Baghdad pada 561H/1166 M.

Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M.

Riwayat hidup dan keutamaan akhlak (Manaqib) Syech Abdul Qodir Jaelani ini,
dikenal luas oleh masarakat Indonesia khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan dibaca dalam acara-acara tertentu guna tabarruk dan tawassul kepada Syekh Abdul Qodir.

Thoriqoh Qodiriyah terus berkembang dan berpusat di Iraq dan Syria yang diikuti oleh jutaan umat yang tersebar di Yaman, Turki, Mesir, India, Afrika dan Asia.

Namun meski sudah berkembang sejak abad ke-13,
Thoriqoh ini baru terkenal di dunia pada abad ke 15 M.

Di India misalnya baru berkembang setelah Muhammad Ghawsh (w 1517 M)
juga mengaku keturunan Syekh Abdul Qodir Jaelani.

Di Turki oleh Ismail Rumi (w 1041 H/1631 M) yang diberi gelar (mursyid kedua). Sedangkan di Makkah, Thoriqoh Qodiriyah sudah berdiri sejak 1180 H/1669 M. Thoriqoh Qodiriyah ini dikenal luwes.

Yaitu bila murid sudah mencapai derajat syekh, maka murid tidak mempunyai suatu keharusan untuk terus mengikuti Thoriqoh gurunya.

Bahkan dia berhak melakukan modifikasi Thoriqoh yang lain ke dalam Thoriqohnya.
Hal itu seperti tampak pada ungkapan Syekh Abdul Qadir Jaelani sendiri,

"Bahwa murid yang sudah mencapai derajat gurunya,
maka dia jadi mandiri sebagai syekh dan Allah-lah yang menjadi walinya untuk
seterusnya."

Seperti halnya Thoriqoh di Timur Tengah.
Sejarah Thoriqoh Qodiriyah di Indonesia juga berasal dari Makkah al-Mukarromah.

Thoriqoh Qodiriyah menyebar ke Indonesia pada abad ke-16, khususnya di seluruh Jawa, seperti di Pesantren Pegentongan Bogor Jawa Barat, Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat, Mranggen Jawa Tengah, Rejoso Jombang Jawa Timur dan
Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur.

Syekh Abdul Karim dari Banten adalah murid kesayangan Syekh Khatib Sambas yang
bermukim di Makkah, merupakan ulama paling berjasa dalam penyebaran Thoriqoh Qodiriyah.

Murid-murid Syekh Sambas yang berasal dari Jawa dan Madura,
setelah pulang ke Indonesia menjadi penyebar Thoriqoh Qodiriyah tersebut.

Di Jawa Tengah Thoriqoh Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah muncul
dan berkembang antara lain dari Mbah Ibrahim Brumbung Mranggen diturunkan kepada antara lain KH. Muslih pendiri Ponpes Futuhiyyah ,Mranggen.

Dari Kyai Muslih ini lahir murid-murid Thoriqoh yang banyak.
Dan dari tangan mereka berkembang menjadi ratusan ribu pengikut.

Demikian pula halnya Simbah Kyai Siradj Solo yang mengembangkan Thoriqoh ini ke berbagai tempat melalui anak muridnya yang tersebar ke pelosok Jawa
Tengah hingga mencapai puluhan ribu pengikut.

Sementara di Jawa Timur, Thoriqoh ini dikembangkan oleh KH. Musta'in Romli
Rejoso Jombang dan Simbah Kyai Utsman yang kemudian
dilanjutnya putra-putranya diantaranya KH. Asrori yang juga
mempunyai murid ratusan ribu.

Di Jawa Barat tepatnya di Ponpes Suryalaya Tasikmalaya juga turut andil membesarkan Thoriqoh ini sejak mulai zaman Abah Sepuh hingga Abah Anom dan murid muridnya yang tersebar di berbagai penjuru Jawa Barat.

Thoriqoh Alawiyyah berbeda dengan Thoriqoh sufi lain pada umumnya.
Perbedaan itu, misalnya, terletak dari praktiknya yang tidak menekankan segi-segi riyadlah (olah ruhani) yang berat, melainkan lebih menekankan pada amal, akhlak, dan beberapa wirid serta dzikir ringan.

Sehingga wirid dan dzikir ini dapat dengan mudah dipraktikkan oleh siapa saja meski tanpa dibimbing oleh seorang mursyid.

Ada dua wirid yang diajarkannya, yakni
Wirid Al-Lathif dan Ratib Al-Haddad.
serta beberapa ratib lainnya seperti Ratib Al Attas dan
Alaydrus juga dapat dikatakan, bahwa Thoriqoh ini merupakan jalan tengah antara Thoriqoh Syadziliyah (yang menekankan olah hati) dan batiniah) dan
Thoriqoh Al-Ghazaliyah (yang menekankan olah fisik).

Thoriqoh ini berasal dari Hadhramaut, Yaman Selatan dan tersebar hingga ke berbagai
negara, seperti Afrika, India, dan Asia Tenggara (termasuk Indonesia).

Thoriqoh ini didirikan oleh Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir-lengkapnya Imam Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir-seorang tokoh sufi terkemuka asal Hadhramat.
Al Imam Faqihil Muqaddam Muhammad bin Ali Baalwi,
juga merupakan tokoh kunci Thoriqoh ini.
Dalam perkembangannya kemudian, Thoriqoh Alawiyyah dikenal juga dengan Thoriqoh Haddadiyah, yang dinisbatkan kepada Habib Abdullah al-Haddad,
Attasiyah yang dinisbatkan kepada Habib Umar bin Abdulrahman Al Attas,
serta Idrusiyah yang dinisbatkan kepada Habib Abdullah bin Abi Bakar Alaydrus,
selaku generasi penerusnya.

Sementara nama "Alawiyyah" berasal dari Imam Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad al
-Muhajir. Thoriqoh Alawiyyah,
secara umum, adalah Thoriqoh yang dikaitkan dengan kaum Alawiyyin atau lebih dikenal sebagai saadah atau kaum sayyid - keturunan Nabi Muhammad SAW-yang
merupakan lapisan paling atas dalam strata masyarakat Hadhrami.

Karena itu, pada masa-masa awal Thoriqoh ini didirikan, pengikut Thoriqoh Alawiyyah kebanyakan dari kaum sayyid di Hadhramaut, atau Ba Alawi.

Thoriqoh ini dikenal pula sebagai Toriqotul abak wal ajdad,
karena mata rantai silisilahnya turun temurun dari kakek,ayah,
ke anak anak mereka, dan setelah itu diikuti oleh berbagai lapisan masyarakat muslim lain dari non-Hadhrami.

Di Purworejo dan sekitarnya Thoriqoh ini berkembang pesat, diikuti bukan hanya oleh para saadah melainkan juga masarakat non saadah ,
Sayid Dahlan Baabud, tercatat sebagai pengembang Thoriqoh ini, yang sekarang
dilanjutkan oleh anak cucunya Umumnya, nama sebuah Thoriqoh diambil dari nama sang pendiri Thoriqoh bersangkutan, seperti Qadiriyah dari Syekh Abdul Qadir
Al-Jailani atau Naqsyabandiyah dari Baha Uddin Naqsyaband.
Tapi Thoriqoh Khalwatiyah justru diambil dari kata "khalwat",
Yang artinya menyendiri untuk merenung.

Diambilnya nama ini dikarenakan seringnya Syekh Muhammad Al-Khalwati (w. 717 H),
pendiri Thoriqoh Khalwatiyah, melakukan khalwat di tempat tempat sepi.
Secara "nasabiyah", Thoriqoh Khalwatiyah merupakan cabang dari Thoriqoh Az-Zahidiyah, cabang dari Al- Abhariyah, dan cabang dari As-Suhrawardiyah, yang didirikan oleh Syekh Syihabuddin Abi Hafs Umar as-Suhrawardi al-Baghdadi (539-632 H).

Thoriqoh Khalwatiyah berkembang secara luas diMesir.
Ia dibawa oleh Musthafa al-Bakri (lengkapnya Musthafa bin Kamaluddin bin Ali al-Bakri as-Shiddiqi), seorang penyair sufi asal Damaskus, Syiria. Ia mengambil Thoriqoh tersebut dari gurunya yang bernama Syekh Abdul Latif bin Syekh Husamuddin al-Halabi.
Karena pesatnya perkembangan Thoriqoh ini di Mesir, tak heran jika Musthafa al-Bakri dianggap sebagai pemikir Khalwatiyah oleh para pengikutnya. Karena selain aktif menyebarkan ajaran Khalwatiyah ia juga banyak melahirkan karya sastra sufistik.
Diantara karyanya yang paling terkenal adalah Tasliyat Al-Ahzan (Pelipur Duka).

Thoriqoh Tijaniyah didirikan oleh Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin al-Mukhtar at-Tijani (1737-1815), salah sorang tokoh dari gerakan "Neosufisme".

Ciri dari gerakan ini ialah karena penolakannya terhadap sisi eksatik dan metafisis sufisme
dan lebih menyukai pengalaman secara ketat ketentuan-ketentuan syari'at dan berupaya sekuat tenaga untuk menyatu dengan ruh Nabi Muhammad SAW sebagai ganti untuk menyatu dengan Tuhan.

At-Tijani dilahirkan pada tahun 1150/1737 di 'Ain Madi, bagian selatan Aljazair.
Sejak umur tujuh tahun dia sudah dapat menghafal al-Quran dan giat mempelajari ilmu-ilmu keislaman lain, sehingga pada usianya yang masih muda dia sudah menjadi guru.

Dia mulai bergaul dengan para sufi pada usia 21 tahun.
Pada tahun 1176, dia melanjutkan belajar ke Abyad untuk beberapa tahun.
Setelah itu, dia kembali ke tanah kelahirannya.
Pada tahun 1181, dia meneruskan pengembaraan intelektualnya ke Tilimsan
selama lima tahun.

Di Indonesia, Tijaniyah ditentang keras oleh Thoriqoh-Thoriqoh lain.
Gugatan keras dari kalangan ulama Thoriqoh itu dipicu oleh pernyataan bahwa para pengikut Thoriqoh Tijaniyah beserta keturunannya sampai tujuh generasi akan diperlakukan secara khusus pada hari kiamat, dan bahwa pahala yang diperoleh dari pembacaan Shalawat Fatih, sama dengan membaca seluruh al-Quran sebanyak 1000 kali.

Lebih dari itu, para pengikut Thoriqoh Tijaniyah diminta untuk melepaskan afiliasinya dengan para guru Thoriqoh lain,
Meski demikian, Thoriqoh ini terus berkembang, utamanya di Buntet- Cirebon dan
seputar Garut (Jawa Barat), dan Jati barang brebes, Sjekh Ali Basalamah, dan kemudian dilanjutkan putranya, Sjekh Muhammad Basalamah, adalah muqaddam Tijaniah di Jatibarang
yang pengajian rutinnya, dihadiri oleh puluhan ribu ummat Islam pengikut Tijaniah.

Demikian pula Madura dan ujung Timur pulau Jawa, tercatat juga, sebagai pusat peredarannya. Penentangan terhadap Thoriqoh ini, mereda setelah, Jam'iyyah Ahlith-Thariqah
An-Nahdliyyah menetapkan keputusan, Thoriqoh ini bukanlah Thoriqoh sesat,
karena amalan-amalannya sesuai dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Keputusan itu diambil setelah para ulama ahli Thoriqoh memeriksa wirid dan wadzifah Thoriqoh ini.
Thoriqah Sammaniyah didirikan oleh Syekh Muhammad Samman
yang bernama asli Muhammad bin Abd al-Karim al-Samman al-Madani al-Qadiri al-Quraisyi dan lebih dikenal dengan panggilan Samman.
Beliau lahir di Madinah 1132 H/1718 M dan berasal dari keluarga suku Quraisy.
Semula ia belajar Thoriqoh Khalwatiyyah di Damaskus, lama kelamaan ia mulai membuka pengajian yang berisi teknik dzikir, wirid dan ajaran teosofi lainnya.
Ia menyusun cara pendekatan diri dengan Allah yang akhirnya disebut sebagai
Thoriqoh Sammaniyah.

Sehingga ada yang mengatakan bahwa Thoriqoh Sammaniyah adalah cabang dari Khalwatiyyah.

Di Indonesia, Thoriqoh ini berkembang di Sumatera, Kalimantan dan Jawa.
Sammaniyah masuk ke Indonesia pada penghujung abad 18 yang banyak mendapatkan pengikut karena popularitas Imam Samman.

Sehingga manaqib Syekh Samman juga sering dibaca berikut dzikir Ratib Samman yang dibaca dengan gerakan tertentu.

Di Palembang misalnya ada tiga ulama Thoriqoh yang pernah berguru langsung pada Syekh Samman, ia adalah Syekh Abd Shamad, Syekh Muhammad Muhyiddin bin Syekh Syihabuddin
dan Syekh Kemas Muhammad bin Ahmad.

Di Aceh juga terkenal apa yang disebut Ratib Samman yang selalu dibaca sebagai dzikir
(team Al Mihrab )

Mengakses Energi Planet Melalui Ilmu Falak Saat Al-Kawakib


Mengakses Energi Planet Melalui Ilmu Falak Saat Al-Kawakib

Pernahkah anda mendengar istilah ILMU FALAK atau ILMU NUJUM? Atau pernahkah anda membaca buku-buku tentang Ilmu Hikmah dimana didalamnya terdapat tabel-tabel yang berisi nama-nama planet yang biasa digunakan untuk mencari waktu/saat baik untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu?
Beberapa rekan yang sering berdiskusi dengan saya sempat bertanya kepada saya, bagaimana membaca tabel saat baik/saat naas berdasarkan Ilmu Falak. Bahkan beberapa rekan ingin bisa membuat tabel planetary hours-nya sendiri agar ia dapat mennggunakannya sesuai kebutuhan dia sebagai seorang praktisi Ilmu Hikmah.
Kali ini saya akan berbagi mengenai bagaimana membuat Tabel Sa’at Al-Kawakib. Bagi anda yang sudah pernah membaca artikel Teknik Wirid Ayat Kursi dengan kaidah Falakiyyah mungkin sudah pernah melihat bagaimana bentuk tabel tersebut. Disini saya akan mencoba menjelaskan tahap demi tahap bagaimana cara menentukan Sa’at Al-Kawakib [basic version] se-simple mungkin agar dapat dimengerti dan dipraktekkan oleh rekan-rekan khususnya bagi mereka yang mempraktekkan ilmu hikmah.
Sa’at Al-Kawakib (jam planet) adalah sebuah tabel hasil perhitungan kedudukan suatu planet pada waktu tertentu. Ilmu penentuan Sa’at Al-Kawakib ini merupakan salah satu ilmu yang sudah berusia sangat tua, ilmu ini didasarkan pada pemahaman bahwa bumi merupakan pusat alam semesta dan penerima pasif dari aktivitas benda-benda langit (celestial spheres) yang berputar mengelilinginya.
Diriwayatkan bahwa Nabi Syits AS (anak Nabi Adam AS) adalah orang pertama yang meletakkan dasar-dasar Ilmu Falak, sedangkan Nabi Idris AS yang bernama asli Akhnukh adalah orang yang mengembangkan Ilmu Falak jauh lebih dalam dan lebih luas berdasarkan suhuf-suhuf yang ditinggalkan moyangnya, yaitu Nabi Adam dan Nabi Syits. (ref. kitab araisul majalis hal: 11, Abi Ishaq Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim An-Naisabury)
Secara harfiyyah Falak berarti orbit atau sebuah garis edar yang dilalui planet atau bintang. Diyakini bahwa secara energikal setiap eksistensi yang ada dibumi ini dipengaruhi juga oleh planet-planet tertentu.. Setiap planet/bintang (kawakib) yang berada pada posisi tertentu akan membentuk karakter energy tertentu.. nah, dengan ilmu falak ini kita dapat menggunakan kedudukan planet/bintang tertentu untuk mendukung tercapainya tujuan kita.
Dalam kitab-kitab ilmu falak terdapat 7 planet/bintang (kawkab) yang paling berpengaruh terhadap kehidupan dibumi dan 7 planet ini berhubungan dengan 7 hari. Jika kita urut berdasarkan kecepatan orbitnya dari yang paling lambat sampai ke yang paling cepat [ref. kitab manba' ushul al-hikmah, hal 9. Syeikh Ahmad bin Ali Al-Buni] , yaitu:
1. Zuhal
2. Musytari
3. Marikh
4. Syams
5. Zuhrah
6. ‘Atharid
7. Qamar
Urut-urutan planet diatas HARUS DIHAFAL oleh seorang praktisi ilmu falak. Karena urut-urutan ini akan dipakai nantinya dalam membuat tabel jadwal falakiyyah.
Dalam hubungannya dengan hari, setiap planet/bintang memiliki daya pengaruh yang besar 1 hari dalam seminggu. Artinya, masing-masing planet/bintang memiliki dominasi pada masing-masing hari, yaitu:
1. Zuhal – berkuasa pada hari Sabtu
2. Musytari – berkuasa pada hari Kamis
3. Marikh – berkuasa pada hari Selasa
4. Syams – berkuasa pada hari Minggu
5. Zuhrah – berkuasa pada hari Jumat
6. ‘Atharid – berkuasa pada hari Rabu
7. Qamar - berkuasa pada hari Senin
Durasi waktu dalam Sa’at Al-Kawakib TIDAK SAMA dengan durasi waktu normal yang biasa kita pakai yaitu 1 jam = 60 menit.
Satu Hari dalam Sa’at Al-Kawakib terdiri dari 24 jam yang dibagi menjadi jam siang dan jam malam. Perhitungan waktunya dimulai sejak matahari terbit dan berakhir saat matahari terbit kesesokan harinya.
Silahkan lihat contoh berikut agar lebih faham..
Di Jakarta diketahui terbitnya matahari adalah pukul 6 pagi, dan terbenamnya pukul 6 sore.
Buatlah tabel Sa’at Al-Kawakib-nya..!
Untuk menentukan sa’at planet/bintang, kita harus mencari waktu matahari terbit dan waktu matahari terbenam dahulu. Dengan mengetahui kapan matahari terbit dan kapan matahari terbenam, kita dapat mengetahui panjangnya siang dan malam dalam satu hari itu. Setelah mengetahui waktu matahari terbit dan terbenam, kita mendapatkan panjangnya waktu siang dan malam. nah, sekarang masing-masing waktu siang dan malam itu kita bagi 12 untuk mendapatkan panjangnya waktu tiap 1 sa’at.
Dari contoh soal diatas, diketahui waktu terbit matahari untuk daerah jakarta adalah pukul 6 pagi dan waktu terbenamnya pukul 6 sore.
langkah pertama adalah menghitung panjangnya hari, dengan perhitungan sebagai berikut:
jam 6 pagi s/d jam 6 sore adalah 12 jam. (sa’at siang)
jam 6 sore s/d jam 6 pagi adalah 12 jam. (sa’at malam)
Kemudian kita cari durasi kedudukan planet tiap sa’at nya berapa menit, dengan perhitungan sebagai berikut:
12 jam dibagi 12 hasilnya 1
1 dikalikan 60 menit hasilnya 60
jadi durasi waktu tiap sa’at falakiyyah nya untuk siang hari adalah 60 menit.
Begitupun dengan perhitungan malamnya, karena dalam kasus ini waktu siang sama dengan waktu malam (12 jam siang, 12 jam malam)
Nah, selesai kita hitung, sekarang kita masukkan kedalam tabel, menjadi seperti dibawah ini:

Setelah selesai, lalu kita masukkan urut-urutan nama planetnya kedalam kotak yang telah tersedia dibawah nama harinya..
masih ingat kan urut-urutannya? urutannya begini…. (harus hafal yah!)
Zuhal – Musytari – Marikh – Syams – Zuhrah – ‘Atharid – Qamar
Nah, cara memasukkan urutannya, begini…
pada kotak pertama, masukkan nama planet/bintang sesuai dengan harinya, misalnya, hari Minggu, planetnya hari minggu adalah Syams.. berarti kotak pertama (sa’at pertama) adalah Syams lalu lanjutkan dengan planet/bintang berikutnya sesuai urut2an seperti diatas. Berarti isinya seperti ini: Syams – Zuhrah – ‘Atharid – Qamar – Zuhal – Musytari – Marikh , diulang lagi dari awal dst.

Setelah selesai menuliskan nama masing-masing planet/bintang pada 24 kotak sa’at, sekarang tandai setiap sa’at yang sesuai dengan planet hari yang berlaku dihari tersebut.
Dari contoh tadi, diawali dengan hari Minggu. Minggu planetnya adalah Syams. jadi, tandai setiap sa’at yang disinggahi Syams

Nah, setiap sa’at yang ditandai tadi adalah sa’at terbaik untuk planet/bintang tersebut di hari itu.
Jadi, misalkan anda mempraktekkan Wirid Ayat Kursi dengan kaidah Falakiyyah. Anda adalah seorang PNS yang menginginkan kedudukan/jabatan yang tinggi, maka sebaiknya anda lakukan wirid Ayat Kursi tersebut pada sa’at Syams di hari Minggu.. yaitu pada kotak yang diberi tanda hijau didalam tabel.. karena pada sa’at itu energy dari Syams terpancarkan dengan kuat.
Daaaaaannn… hasil akhir tabel Sa’at Al-Kawakib-nya akan seperti ini:

GERHANA DALAM ILMU FALAK



GERHANA DALAM ILMU FALAK

Artikel asal oleh:  Ferry M Simatupang

Disesuai & sajikan Oleh : Muzakkin  (RHI Kordinator Lamongan)

 

Dauroh Ilmu Falak VI

Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Sabtu, 11 Juni 2011

 


 

 

“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan haq. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS Yunus : 5)

 

 

I. Gerhana Matahari


 

1. Macam-macam Gerhana Matahari


Berdasarkan penampakannya saat puncak gerhana, gerhana matahari dapat dibedakan menjadi:

1.      Gerhana matahari total
2.      Gerhana matahari cincin
3.      Gerhana matahari cincin-total (gerhana matahari hibrid)
4.      Gerhana matahari sebagian

 

1. Gerhana Matahari Total

Pada gerhana matahari total, seluruh piringan matahari tertutup oleh piringan bulan. Saat gerhana matahari total ini, ukuran piringan bulan sama besar atau lebih besar dari piringan matahari.

2. Gerhana Matahari Cincin

 Pada gerhana matahari cincin, ujung umbra tidak mencapai permukaan Bumi. Hanya perpanjangan umbra saja (yang disebut antumbra atau anti umbra) yang mencapai permukaan Bumi. Meski seluruh piringan bulan berada di depan piringan matahari, tetapi ukurannya lebih kecil dari piringan matahari, akibatnya tidak seluruh piringan matahari tertutupi. Bagian pinggiran piringan matahari yang tidak tertutupi piringan bulan tersebut masih bercahaya, sementara bagian tengahnya gelap tertutup piringan bulan. Karena itu gerhana ini dinamakan gerhana matahari cincin.

3. Gerhana Matahari Cincin-Total (Gerhana Matahari Hibrid)

Gerhana matahari cincin - total adalah gerhana matahari yang jarang terjadi. Pada gerhana matahari jenis ini, di sebagian tempat di muka Bumi, yang teramati adalah gerhana matahari cincin, sedangkan di tempat lain gerhana matahari total. Hal ini bisa terjadi karena pada saat puncak gerhana, puncak kerucut umbra Bulan berada (hampir) tepat di permukaan Bumi, dan pada lokasi ini akan teramati gerhana matahari total. Sedangkan daerah yang berada di timur dan di barat lokasi tadi, bayangan gelap yang jatuh di permukaan Bumi bukanlah umbra, melainkan perpanjangan umbra (antumbra), sehingga untuk fase total pada lokasi ini yang teramati adalah gerhana matahari cincin.

4. Gerhana Matahari Sebagian

Pada gerhana matahari sebagian, saat puncak gerhana terjadi, tidak seluruh piringan bulan menutupi piringan matahari dan tidak seluruh piringan bulan berada di depan piringan matahari.

Selain empat macam gerhana di atas, dikenal juga istilah gerhana sentral dan gerhana non-sentral. Gerhana sentral adalah gerhana yang terjadi dengan garis penghubung Matahari-Bulan berpotongan dengan permukaan Bumi. Jika garis hubung tersebut tidak memotong permukaan Bumi, gerhana tersebut dinamakan gerhana non-sentral. Gerhana matahari total, gerhana matahari cincin, dan gerhana cincin-total termasuk gerhana sentral. Sedangkan gerhana matahari sebagian, ada yang sentral ada yang tidak. (Mengapa?)
  

2. Waktu-waktu Kontak dan Fase-fase Gerhana Matahari


Momen terjadinya gerhana matahari berdasarkan urutan terjadinya:
Kontak I
Kontak I adalah saat piringan bulan dan piringan matahari mulai bersinggungan. Kontak I ini menandai dimulainya peristiwa gerhana.

Kontak II
Kontak II adalah saat pertama seluruh piringan matahari tertutup oleh piringan bulan (untuk peristiwa gerhana matahari total), atau saat seluruh piringan bulan seluruhnya berada 'di dalam' piringan matahari (untuk peristiwa gerhana matahari cincin). Kontak II ini menandai dimulainya fase total (untuk gerhana matahari total), atau fase cincin (untuk gerhana matahari cincin)

Puncak gerhana
Puncak gerhana adalah saat jarak antara pusat piringan Bulan dan pusat piringan Matahari mencapai minimum.

Kontak III
Kontak III adalah kebalikan Kontak II. Kontak III ini adalah saat piringan matahari mulai keluar dari belakang piringan bulan (untuk peristiwa gerhana matahari total), atau saat piringan bulan mulai meninggalkan piringan matahari (untuk peristiwa gerhana matahari cincin). Interval antara Kontak II dan kontak III adalah panjangnya fase gerhana matahari total. Pada gerhana matahari sebagian, fase Kontak II dan Kontak III ini tidak kita amati.

Kontak IV
Kontak IV adalah saat piringan matahari dan piringan bulan bersinggungan ketika piringan bulan meninggalkan piringan matahari. Kontak IV ini adalah kebalikan dari Kontak I, dan menandai berakhirnya peristiwa gerhana secara keseluruhan. Interval antara Kontak I dan Kontak IV adalah panjangnya peristiwa gerhana matahari.

Berdasarkan waktu-waktu kontak ini, peristiwa gerhana matahari melalui fase-fase:
·         fase gerhana sebagian: selang antara kontak I dan kontak II, dan antara kontak III dan kontak IV
·         fase gerhana total atau fase gerhana cincin (tergantung gerhana matahari total atau cincin): selang antara kontak II dan kontak III

Fase gerhana matahari mana saja yang diamati saat terjadinya sebuah gerhana matahari, bergantung pada jenis gerhana matahari dan dari mana kita mengamati. Secara prinsip:
·         pada gerhana matahari total: terjadi fase gerhana sebagian dan fase gerhana total
·         pada gerhana matahari cincin: terjadi fase gerhana sebagian dan fase gerhana cincin
·         pada gerhana matahari sebagian: hanya terjadi fase gerhana sebagian.

Namun dalam pengamatannya, pengamat di daerah yang berbeda akan mengamati waktu kontak yang berbeda, dan karenanya akan mengamati fase gerhana yang berbeda pula. Ini tergantung pada posisi pengamat relatif terhadap jalur yang dilalui umbra/penumbra Bulan. Karena itu, untuk melakukan pengamatan gerhana matahari, perlu perencanaan dan pemilihan lokasi pengamatan.


II. Gerhana Bulan


Pada peristiwa gerhana bulan, kita mengenal empat macam gerhana, yaitu: gerhana bulan total, gerhana bulan sebagian, gerhana bulan penumbral total, dan gerhana bulan sebagian penumbral. Perbedaan jenis-jenis gerhana bulan tersebut terletak pada bayangan Bumi mana yang jatuh ke permukaan Bulan saat fase maksimum gerhana terjadi.


1. Macam-macam Gerhana Bulan

Berdasarkan keadaan saat fase puncak gerhana, gerhana bulan dapat dibedakan menjadi:

 1. Gerhana Bulan Total
Jika saat fase gerhana maksimum keseluruhan Bulan masuk ke dalam bayangan inti / umbra Bumi, maka gerhana tersebut dinamakan gerhana bulan total. Gerhana bulan total ini maksimum durasinya bisa mencapai lebih dari 1 jam 47 menit.

2. Gerhana Bulan Sebagian
Jika hanya sebagian Bulan saja yang masuk ke daerah umbra Bumi, dan sebagian lagi berada dalam bayangan tambahan / penumbra Bumi pada saat fase maksimumnya, maka gerhana tersebut dinamakan gerhana bulan sebagian.

3. Gerhana Bulan Penumbral Total
Pada gerhana bulan jenis ke- 3 ini, seluruh Bulan masuk ke dalam penumbra pada saat fase maksimumnya. Tetapi tidak ada bagian Bulan yang masuk ke umbra atau tidak tertutupi oleh penumbra. Pada kasus seperti ini, gerhana bulannya kita namakan gerhana bulan penumbral total.

4. Gerhana Bulan Penumbral Sebagian
Dan gerhana bulan jenis terakhir ini, jika hanya sebagian saja dari Bulan yang memasuki penumbra, maka gerhana bulan tersebut dinamakan gerhana bulan penumbral sebagian. Gerhana bulan penumbral biasanya tidak terlalu menarik bagi pengamat. Karena pada gerhana bulan jenis ini, penampakan gerhana hampir-hampir tidak bisa dibedakan dengan saat bulan purnama biasa.


2. Waktu-waktu Kontak dan Fase-fase Gerhana Bulan



Momen terjadinya gerhana Bulan diurut berdasarkan urutan terjadinya, yaitu: P1, P2, U1, U2, Puncak gerhana, U3, U4, P3, dam P4.
P1 : P1 adalah kontak I penumbra, yaitu saat piringan Bulan bersinggungan luar dengan penumbra Bumi. P1 menandai dimulainya gerhana bulan secara keseluruhan.
P2 :P2 adalah kontak II penumbra, yaitu saat piringan Bulan bersinggungan dalam dengan penumbra Bumi. Saat P2 terjadi, seluruh piringan Bulan berada di dalam piringan penumbra Bumi.
U1 :U1 adalah kontak I umbra, yaitu saat piringan Bulan bersinggungan luar dengan umbra Bumi.
U2 :U2 adalah kontak II umbra, yaitu saat piringan Bulan bersinggungan dalam dengan umbra Bumi. U2 ini menandai dimulainya fase total dari gerhana bulan.

Puncak Gerhana : Puncak gerhana adalah saat jarak pusat piringan Bulan dengan pusat umbra / penumbra mencapai minimum.
U3 : U3 adalah kontak III umbra, yaitu saat piringan Bulan kembali bersinggungan dalam dengan umbra Bumi, ketika piringan Bulan tepat mulai akan meninggalkan umbra Bumi. U3 ini menandai berakhirnya fase total dari gerhana bulan.
U4 : U4 adalah kontak IV umbra, yaitu saat piringan Bulan kembali bersinggungan luar dengan umbra Bumi.
P3 : P3 adalah kontak III penumbra, yaitu saat piringan Bulan kembali bersinggungan dalam dengan penumbra Bumi. P3 adalah kebalikan dari P2.
P4 : P4 adalah kontak IV penumbra, yaitu saat piringan Bulan kembali bersinggungan luar dengan penumbra Bumi. P4 adalah kebalikan dari P1, dan menandai berakhirnya peristiwa gerhana bulan secara keseluruhan.

Berdasarkan waktu-waktu kontak ini, peristiwa gerhana bulan melalui fase-fase:
·         fase gerhana penumbral: selang antara P1-U1, dan antara U4-P4
·         fase gerhana umbral: selang antara U1-U4
·         fase total: selang antara U2-U3

Tidak keseluruhan kontak dan fase akan terjadi saat gerhana bulan. Jenis gerhana bulan menentukan kontak-kontak dan fase gerhana mana saja yang akan terjadi. Misalnya saat gerhana bulan total, keseluruhan kontak dan fase akan dilalui. Untuk gerhana bulan sebagian, karena tidak keseluruhan Bulan masuk dalam umbra Bumi, maka U2 dan U3 tidak akan terjadi, sehingga fase total tidak akan diamati. Untuk gerhana penumbral total, karena Bulan tidak menyentuh umbra Bumi, maka U1, U2, U3, dan U4 tidak akan terjadi, karena itu fase gerhana umbral tidak akan diamati. Sedangkan pada gerhana penumbral sebagian, hanya P1 dan P4 saja yang akan terjadi.

Berbeda dengan gerhana matahari, pada gerhana bulan, waktu-waktu kontak dan saat terjadinya suatu fase gerhana, tidak dipengaruhi oleh lokasi pengamat. Semua pengamat yang berada di belahan Bumi yang mengalami gerhana akan mengamati waktu-waktu kontak (umbra dan penumbra) pada saat yang bersamaan. 

 

Referensi:

1.      Ferry M Simatupang, Serba Serbi Tentang Gerhana, http://www.rukyatulhilal.org
2.      Jean Meeus, Astronomical Algorithms, Willmann-Bell, Inc., 1991

B. GERHANA DALAM ILMU HISAB


Artikel asal oleh:  Ferry M Simatupang

Disesuai & sajikan Oleh : Muzakkin  (RHI Kordinator Lamongan)

 

Dauroh Ilmu Falak VI

Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Sabtu, 11 Juni 2011



Untuk mengetahui kapan akan atau sudah terjadi peristiwa gerhana Bulan atau Matahari, di kalangan pelaku Hisab Falak di Indonesia telah dikenal berbagai macam metode perhitungan. Ada yang mengelompokkannya menjadi beberapa kategori perhitungan atau hisab, yaitu : 1. Hisab Taqribi, 2. Hisab Tahqiqi, dan Hisab Kontemporer.
Kementerian Agama menggunakan dan mengembangkan hisab Kontemporer dengan bahan bakunya kitab Ephemeris Hisab & Rukyat yang diterbitkan setiap tahun. Adapun hisab Taqribi sekalipun dianggap kurang teliti tetapi masih digunakan secara luas di banyak pesantren di Indonesia karena perhitungannya sederhana dan bukunya mudah didapat. Hal itu berbeda dengan Tahqiqi dan Kontemporer, karena selain perhitungannya mereka anggap lebih memusingkan kepala juga bukunya sulit diperoleh.
Dalam kesempatan ini kita coba lakukan perhitungan gerhana menggunakan metode yang dikembangkan oleh Jean Meeus yang telah dipublikasikan oleh Bapak Feryy M Simatupang di web RHI. Dengan alat bantu kalkulator saku, apalagi dengan adanya perangkat lunak komputer kita akan sangat terbantu bisa menghitung kapan terjadinya gerhana bulan atau gerhana matahari dengan lebih mudah. Meskipun sudah banyak beredar software Falakiyah termasuk gerhana, tentunya akan lebih senang apabila kita bisa melakukan perhitungannya sendiri..

 

1. Gerhana Matahari


Langkah-langkah menghitung kapan terjadinya gerhana matahari:

a.  Tentukan sebuah tanggal. Gerhana yang kita cari akan berpandukan tanggal ini. Hitung harga k untuk tanggal tersebut, dan tentukan harga k untuk tanggal calon gerhana.

k = (tahun-2000) * 12,3685

Rumus untuk mencari k di atas adalah rumus pendekatan. 'Tahun' yang digunakan dalam rumus di atas adalah tanggal yang dinyatakan dalam tahun. Jadi misalnya tanggalnya adalah 1 Juli 2000, maka 'tahun' di atas diisi dengan 2000,5
Untuk gerhana matahari, k haruslah bilangan bulat (yang menunjukkan saat bulan baru). Untuk gerhana bulan, k harus bilangan bulat ditambah 0,5 (yang menunjukkan saat bulan purnama). Jadi calon gerhana berikutnya (setelah tanggal yang dipilih), memiliki harga k berupa bilangan bulat terdekat yang lebih besar dari harga k untuk tanggal pedoman kita. Calon gerhana sebelumnya memiliki harga k berupa bilangan bulat terdekat yang lebih kecil dari harga k untuk tanggal pedoman kita. Atau untuk permulaan, dengan menggunakan MS Excel kita bisa mengisi harga k dengan nilai berapapun dengan ketentuan di atas, nilainya harus bulat untuk gerhana matahari. Seperti misalnya 1, 2, 250, -58 dan seterusnya.

b. Hitung: JDE (Julian Day Ephemeris), M, M', F, dan W

T       =       k/1236,85
JDE =       2.451.550,09765

+ 29,530588853 * k
+ 0,0001337 * T2
- 0,000000150 * T3
+ 0,00000000073 * T4

JDE adalah waktu terjadinya gerhana (yang ingin dicari) dinyatakan dalam julian day, dimana waktunya dinyatakan dalam waktu efemeris (ET) atau waktu dinamik (DT).

M =           + 2,5534
+ 29,10535669 * k
- 0,0000218 * T2
- 0,00000011 * T3
M adalah anomali menengah Matahari.

M' =          + 201,5643

+ 385,81693528 * k
+ 0,0107438 * T2
+ 0,00001239 * T3
- 0,000000058 * T4
M' adalah anomali menengah Bulan

F =                        + 160,7108

+ 390,67050274 * k
- 0,0016341 * T2
- 0,00000227 * T3
+ 0,000000011 * T4

F adalah argument latitud dari Bulan

W =           + 124,7746
- 1,56375580 * k
+ 0,0020691 * T2
+ 0,00000215 * T3
W adalah longitud dari ascending node (titik tanjak naik) orbit Bulan

Jika nilai mutlak dari selisih F dengan kelipatan 180 terdekat:
·         lebih dari 21°, maka tidak akan terjadi gerhana, dan perhitungan tidak perlu dilanjutkan.
·         kurang dari 13,9°, maka dipastikan akan terjadi gerhana.
·         kurang dari 21° dan lebih dari 13,9°, maka harus diuji lebih lanjut (lihat bagian akhir pada langkah di bawah).
Jika harga F berada di sekitar 0° atau 360°, maka gerhana terjadi disekitar titik tanjak naik (ascending node) Bulan. Sedangkan jika harga F berada di sekitar 180°, berarti di sekitar titik tanjak turun (decending node)

c. Jika terjadi gerhana, hitung: P, Q, g, dan u

E   =          1 - 0,002516 * T - 0,0000074 * T2
F1  =         F - 0,02665 * sin(W)
A1 =          299,77 + 0,107408 * k - 0,009173 * T2
P    =          + 0,2070 * E * sin(M)

+ 0,0024 * E * sin(2 * M)
- 0,0392 * sin(M')
+ 0,0116 * sin(2 * M')
- 0,0073 * E * sin(M'+M)
+ 0,0067 * E * sin(M'-M)
+ 0,0118 * sin(2 * F1)

Q =            + 5,2207

- 0,0048 * E * cos(M)
+ 0,0020 * E * cos(2 * M)
- 0,3299 * cos(M')
- 0,0060 * E * cos(M'+M)
+ 0,0041 * E * cos(M'-M)

W =          |cos(F1)|
g    =          (P * cos(F1) + Q * sin(F1)) * (1-0,0048 * W)
u    =          + 0,0059

+ 0,0046 * E * cos(M)
- 0,0182 * cos(M')
+ 0,0004 * cos(2 * M')
- 0,0005 * cos(M+M')

u + 0,5461 adalah radius penumbral Bulan pada bidang fundamental (fundamental plane), yaitu bidang yang melalui titik pusat Bumi dan tegak lurus dengan garis sumbu bayangan Bulan.

Pada gerhana Matahari simbul g menunjukkan jarak terdekat dari sumbu bayangan Bulan menuju pusat Bumi. Jika harga g > 0, maka gerhana dapat diamati dari belahan Bumi utara, jika g < 0, maka gerhana dapat diamati dari belahan Bumi selatan.

Jika harga nilai absolut g:
·         kurang dari +0,9972 maka gerhananya adalah gerhana sentral
o    jika u<0 maka gerhananya adalah gerhana total
o    jika u>0,0047 maka gerhananya adalah gerhana cincin
o    jika u antara 0 dan 0,0047 maka hitung w = 0,00464(1-g2)1/2 > 0. Jika u<w, maka gerhananya adalah gerhana cincin-total. Jika tidak maka gerhananya adalah cincin
·         antara 0,9972 dan (1,5433+u) maka gerhananya tidak sentral, umumnya gerhana sebagian.
·         antara 0,9972 dan 1,0260 sebagian kerucut bayangan menyentuh permukaan bumi (di daerah kutub), sementara sumbu bayangan tidak sampai menyentuh bumi.
·         antara 0,9972 dan (0,9972+u) maka gerhananya tidak sentral total atau cincin.
·         lebih dari 1,5433+u maka tidak terjadi gerhana




d. Hitung: waktu puncak gerhana, dan magnitud gerhana

Untuk menghitung kapan waktu puncak gerhana, hitung koreksi terhadap JDE sbb:

Koreksi_JDE =     - 0,4075 * sin(M')

+ 0,1721 * E * sin(M)
+ 0,0161 * sin(2 * M')
- 0,0097 * sin(2 * F1)
+ 0,0073 * E * sin(M'-M)
- 0,0050 * E * sin(M'+M)
- 0,0023 * sin(M'-2 * F1)
+ 0,0021 * E * sin(2 * M)
+ 0,0012 * sin(M'+2 * F1)
+ 0,0006 * E * sin(2 * M'+M)
- 0,0004 * sin(3 * M')
- 0,0003 * E * sin(M+2 * F1)
+ 0,0003 * sin(A1)
- 0,0002 * E * sin(M-2 * F1)
- 0,0002 * E * sin(2 * M'-M)
- 0,0002 * sin(Omega)

maka waktu puncak gerhana adalah:
Puncak_gerhana = JDE + Koreksi_JDE
Waktu puncak gerhana yang diperoleh di atas, adalah dalam TDT (Terrestrial Dynamical Time). Untuk menyatakan dalam UT:

UT = TDT - DT

Data DT diperoleh dari pengamatan. Untuk memperoleh harga DT buat prediksi gerhana yang akan datang, dilakukan dengan mengekstrapolasi data-data yang ada. Lebih lanjut tentang DT dapat dibaca misalnya di website Fred Espenak's Eclipse Home Page (http://sunearth.gsfc.nasa.gov/eclipse/), lihat bagian: http://sunearth.gsfc.nasa.gov/eclipse/SEhelp/deltaT.html.

Magnitud gerhana dihitung dengan rumus:

Magnitud_gerhana = (1,5433 + u - |g|) / (0,5461 + 2 * u)

Magnitud gerhana adalah fraksi diameter Matahari yang tertutup pada saat maksimum gerhana. Jika gerhana total, magnitud gerhana akan lebih besar atau sama dengan 1,0. Jika magnitud gerhana kurang dari 1,0 maka gerhana tersebut adalah gerhana sebagian atau gerhana cincin. Untuk kasus gerhana matahari sebagian, magnitud gerhana yang dihitung dengan rumus di atas adalah magnitud gerhana yang diamati dari lokasi yang paling dekat dengan sumbu bayangan bulan.










2. Gerhana Bulan


Langkah-langkah menghitung kapan terjadinya gerhana bulan:

a.  Tentukan sebuah tanggal. Gerhana yang kita cari akan berpandukan tanggal ini. Hitung harga k untuk tanggal tersebut, dan tentukan harga k untuk tanggal calon gerhana.

k = (tahun-2000) * 12,3685

Tentang k ini, lihat pada bagian Gerhana Matahari di atas. Untuk gerhana bulan, k adalah bilangan bulat ditambah 0,5 (yang menunjukkan saat bulan purnama). Jadi calon gerhana berikutnya (setelah tanggal yang dipilih), memiliki harga k berupa bilangan_bulat_ditambah_0,5 terdekat yang lebih besar dari harga k untuk tanggal pedoman kita. Calon gerhana sebelumnya memiliki harga k berupa bilangan_bulat_ditambah_0,5 terdekat yang lebih kecil dari harga k untuk tanggal pedoman kita.

 b.  Hitung: JDE (Julian Day Ephemeris), M, M', F, dan W (sama seperti menghitung gerhana matahari)
Untuk mengatahui terjadi gerhana bulan atau tidaknya sama dengan ketentuan gerhana matahari di atas.

c.  Jika terjadi gerhana, hitung: P, Q, g, dan u (sama seperti menghitung gerhana matahari)
 Pada gerhana Bulan g menunjukan jarak terdekat dari pusat Bulan menuju sumbu bayangan Bumi. Jika harga g > 0, pusat Bulan melewati sumbu bayangan Bumi utara, jika g < 0, maka pusat Bulan melewati sumbu bayangan Bumi selatan.

d. Hitung: waktu puncak gerhana, dan magnitud gerhana
 Untuk menghitung kapan waktu puncak gerhana Bulan, hitung koreksi terhadap JDE sbb:

Koreksi_JDE = - 0,4065 * sin(M')

+ 0,1727 * E * sin(M)
+ 0,0161 * sin(2 * M')
- 0,0097 * sin(2 * F1)
+ 0,0073 * E * sin(M'-M)
- 0,0050 * E * sin(M'+M)
- 0,0023 * sin(M'-2 * F1)
+ 0,0021 * E * sin(2 * M)
+ 0,0012 * sin(M'+2 * F1)
+ 0,0006 * E * sin(2 * M'+M)
- 0,0004 * sin(3 * M')
- 0,0003 * E * sin(M+2 * F1)
+ 0,0003 * sin(A1)
- 0,0002 * E * sin(M-2 * F1)
- 0,0002 * E * sin(2 * M'-M)
- 0,0002 * sin(Omega)

maka waktu puncak gerhana adalah:

Puncak_gerhana = JDE + Koreksi_JDE


Sama seperti dalam perhitungan gerhana matahari di atas, waktu puncak gerhana yang diperoleh adalah dalam TDT (Terrestrial Dynamical Time).

Rumus koreksi JDE untuk gerhana bulan di atas sedikit berbeda dengan untuk gerhana matahari. Perbedaannya terletak hanya pada koefisien pertama dan kedua. Untuk gerhana matahari: -0,4075 dan +0,1721, sedangkan untuk gerhana bulan: -0,4065 dan 0,1727.

Magnitud gerhana Bulan dihitung dengan rumus:
·         Untuk gerhana penumbral:
Magnitud_gerhana = (1,5573 + u - |g|) / (0,5450)
·         Untuk gerhana umbral
Magnitud_gerhana = (1,0128 - u - |g|) / (0,5450)

Bila harga magnitud (umbral atau penumbral) kurang dari 0 (dengan kata lain: negatif), berarti tidak terjadi gerhana (umbral atau penumbral).

e. hitung: waktu-waktu kontak dengan umbra dan penumbra

P = 1,0128 - u
T = 0,4678 - u
n = 0,5358 + 0,0400 cos (M')
H = 1,5573 + u

Semi durasi :
Fase_parsial = 60/n * (|P2 - g2|)0,5                                   (umbra)
Fase_total = 60/n * (|T2 - g2|)0,5                                       (umbra)
Fase_parsial_di_penumbra = 60/n * (|H2 - g2|)0,5   (pebumbra)

Semi durasi yang dihitung di atas adalah dalam satuan menit.
Maka:
·         Kontak 1 penumbra (P1) = Puncak_gerhana - Fase_parsial_di_penumbra
·         Kontak 1 umbra (U1) = Puncak_gerhana - Fase_parsial
·         Kontak 2 umbra (U2) = Puncak_gerhana - Fase_total
Ini adalah saat dimulainya fase gerhana total
·         Kontak 3 umbra (U3) = Puncak_gerhana + Fase_total
Ini adalah saat berakhirnya fase gerhana total
·         Kontak 4 umbra (U4) = Puncak_gerhana + Fase_parsial
·         Kontak 4 penumbra (P4) = Puncak_gerhana + Fase_parsial_di_penumbra
 

3. Contoh Kalkulasi


1. Tentukan kapan gerhana matahari pertama pada milenium ke-3!
Milenium ke-3 dimulai tanggal 1 Januari 2001. Ini adalah tanggal panduan kita. Harga k untuk tanggal 1 Januari 2001 ini adalah: k = 12,37. Maka gerhana matahari berikutnya adalah gerhana matahari yang terjadi pada tanggal yang berasosiasi dengan harga k > 12 dan berupa bilangan bulat.
Untuk k = 13, 14, 15, 16, dan 17, tidak terjadi gerhana. (Mengapa?)
Untuk k = 18, terjadi gerhana matahari, dengan hasil perhitungan sbb:
·         k = 18
·         JDE = 2452081,6482
·         M = 166,4498
·         M' = 306,2691
·         W = 96,6270
·         F = 352,7798
·         F1 = 352,7534
·         nilai mutlak selisih F dengan kelipatan 180 yang terdekat = 7,2202, dipastikan ada gerhana
·         g = -0,5698
·         u = -0,0093
·         tipe gerhana: gerhana total (sentral)
·         Puncak gerhana: 21 Juni 2001 jam 12:05:22 TD
·         Magnitud = 1,8276
Data gerhana matahari dari website gerhana Fred Espenak (NASA) memberikan puncak gerhana: 21 Juni 2001 jam 12:04 UT



2. Tentukan kapan terjadi gerhana bulan dalam tahun 2011 !.
Selama tahun 2011 terjadi dua kali gerhana bulan, ketika harga k: 141,50 untuk tanggal 16 Juni 2011 WIB dan harga k:147,50 untuk tanggal 10 Desember 2011 WIB.
Dalam perhitungan ini kita ambil harga k = 141.50  Kalkulasi memberikan:
·         k                = 141,5.
·         JDE           = 2455728,6759745   
·         M              = 160,9614
·         M'              = 74,6608
·         W               = 263,5032
·         F                = 0,5869
·         F1              = 0,6134
·         nilai mutlak selisih F dengan kelipatan 180 yang terdekat = 0,5869 jelas ada gerhana
·         g    = 0,0884
·         u    = 0,0059
·         tipe gerhana: gerhana total
·         Puncak gerhana: 15 Juni 2011 jam 20:13:09 TD
·         Magnitud Penumbral =  2,6892
·         Magnitud Umbral =  1,7023. Karena magnitud umbral berharga lebih dari 1, maka gerhana bulannya adalah gerhana total.
·         P1, awal penumbra           = 17:25:50 TD
·         P2 = U1 awal umbra         = 18:23:59 TD
·         U2, awal total                   = 19:23:14 TD
·         puncak                              = 20:13:09 TD
·         U3, akhir total                   = 21:03:03 TD
·         P3 = U4, akhir umbra       = 22:02:18 TD
·         P4, akhir penumbra           = 23:00:27 TD

Data gerhana matahari dari website gerhana Fred Espenak (NASA) memberikan:
·         Puncak gerhana: 15 Juni 2011 jam 20:12:37 UT. = 20:14 TD
·         Magnitud Penumbral = 2,6868
Magnitud Umbral = 1,6999

Referensi


1.      Ferry M Simatupang, Serba Serbi Tentang Gerhana, http://www.rukyatulhilal.org
2.      Jean Meeus, Astronomical Algorithms, Willmann-Bell, Inc., 1991
3.      Oliver Montenbruck, Astronomy on the Personal Computer, Springer-Verlag, Berlin, 1994